Menurut Boy, Kementerian ATR/BPN seharusnya proaktif dalam melegalisasi tanah warga di 16 kampung Melayu di Rempang, bukan merelokasinya. Ia bertanya mengapa mereka tidak bertindak untuk melegalisasi tanah yang telah dikuasai secara turun temurun oleh masyarakat adat dan lokal di Rempang.
Boy juga merasa heran dengan pernyataan pemerintah yang tampaknya ingin mengambil tanah yang telah ditempati warga jauh sebelum Indonesia merdeka. Baginya, relokasi bukanlah solusi yang tepat. Ia berpendapat bahwa pendekatan win-win solution tidak sesuai, karena seakan-akan negara merampas tanah rakyat, dan itu sulit dimengerti.
Sebelumnya, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Hadi Tjahjanto menegaskan bahwa lahan tinggal di Pulau Rempang, Kepulauan Riau, tidak memiliki sertifikat kepemilikan. Menurutnya, semua kepemilikan lahan ada di bawah otoritas Batam. Lahan yang akan dijadikan lokasi Rempang Eco City sebesar 17 ribu hektare sebagian besar adalah kawasan hutan, dengan 600 hektare sebagai Hak Pengelolaan Lahan (HPL) yang diberikan oleh Badan Pengusahaan (BP) Batam kepada perusahaan terkait.