Asep menambahkan, dalam konteks pengelolaan dunia, seorang pemimpin harus melindungi segenap Rakyat nya dari gangguan dan ancaman juga kesejahteraan dan pengelolaan keuangan yang transparan dan akuntabel dan hal lainnya.
“Bahkan Kitab Bughyatul Mustarsyidin karya sayyid Abdurahman Ba’alawi itu dijadikan dasar Muktamar NU di Banjarmasin 9 juni 1936, bahwa Kyai mewarnai negara. akan tetapi Kyai harus bisa memisahkan dirinya terlebih dahulu dari peran dan fungsinya, karena Kyai adalah pemimpin pondok pesantren yang seluruh waktunya di curahkan pada Pengajaran ilmu Agama kepada para Santri sedangkan dunia politik praktis sangat berbeda dengan dunia Kyai. Makanya dalam Muktamar NU dipisahkan kalau yang mau berpolitik wadahnya adalah Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), sementara NU adalah Organisasi para Ulama yang notabene mendidik para Santri,” imbuhnya.