<strong>Jenggala.id - </strong>MKMK (Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi) memerintahkan Wakil Ketua MK, Saldi Isra, untuk melakukan pemilihan pimpinan baru. "Memerintahkan Wakil Ketua MK untuk dalam waktu 2 x 24 jam sejak putusan ini selesai diucapkan memimpin penyelenggaraan pemilihan pimpinan yang baru sesuai dengan peraturan perundang-undangan," ujar Jimly Asshiddiqie. Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga dituduh melanggar kode etik dengan bermain-main dengan prinsip kepantasan dan kesopanan. <strong>Baca juga : <a class="LinkSuggestion__Link-sc-1gewdgc-4 cLBplk" href="https://jenggala.id/harapan-putusan-majelis-kehormatan-mahkamah-konstitusi/" target="_blank" rel="noopener">Harapan Putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi</a></strong> "Hakim terlapor terbukti melanggar Sapta Karsa Hutama prinsip kepantasan dan kesopanan sepanjang terkait dengan pernyataan di ruang publik yang merendahkan martabat Mahkamah Konsitusi," tutur Jimly. Disebutkan, Arief merendahkan MK karena menyatakan berkabung atas kondisi MK. Pernyataan Arief itu diungkapkan beberapa hari setelah pergelutan perkara nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang uji materi syarat capres-cawapres yang menjadi puncak konflik di MK.<!--nextpage--> Selain itu, Anggota MKMK dari unsur hakim konstitusi, Wahiduddin Adams, melemparkan pernyataan Pasal 17 ayat (8) UU Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman tidak berlaku untuk Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 tentang syarat batas usia capres-cawapres. <strong>Baca juga : <a class="LinkSuggestion__Link-sc-1gewdgc-4 cLBplk" href="https://jenggala.id/mk-tegaskan-jika-ada-parpol-membiarkan-politik-uang-bisa-dibubarkan/" target="_blank" rel="noopener">MK Tegaskan Jika Ada Parpol Membiarkan Politik Uang Bisa</a></strong> MKMK menjelaskan, meski pasal itu seolah-olah berlaku untuk hakim konstitusi yang terlibat konflik kepentingan, namun pasal tersebut ternyata "tidak serta-merta menyebabkan putusan MK yang bersifat final dan mengikat dengan sendirinya menjadi tidak sah". "Melainkan harus dinyatakan tidak sah oleh pejabat atau lembaga yang berwenang untuk itu sesuai dengan prinsip presumptio iustae causae, dalam hal ini melalui pengujian oleh Mahkamah Konstitusi," ucap Wahiduddin<!--nextpage-->