“Dulu Bulog hanya terima gabah kering giling, sekarang sudah bisa gabah kering panen. Tapi informasi ini belum sampai ke petani secara menyeluruh. Akhirnya mereka bingung dan tetap pilih jual ke tengkulak,” jelasnya.
Di lapangan, para tengkulak atau pemborong justru lebih dulu hadir di lokasi panen dan langsung melakukan transaksi tanpa syarat yang rumit. Hal ini menjadi alasan kuat mengapa petani lebih nyaman menjual hasil panennya ke jalur non-resmi.
“Pemborong datang cepat dan langsung bayar di tempat. Bagi petani, itu sangat membantu, apalagi saat mereka butuh biaya cepat untuk kebutuhan sehari-hari,” tambah Yustus.
Ia pun berharap Bulog bisa lebih responsif terhadap kebutuhan petani, terutama saat masa panen raya seperti sekarang. Jika tidak ada perubahan, ia khawatir program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan akan terhambat.