SULSEL, JENGGALA.id - Dua kali mangkir dari panggilan penyidik Reskrim Polres Luwu, Etik (Mantan Kepala Desa Ranteballa) Kecamatan Latimojong kini masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Etik ditetapkan sebagai tersangka atas tindak pidana Pungutan Liar (Pungli) untuk Surat Penerbitan Objek Pajak senilai Rp.300 Juta milik warga Desa Ranteballa di tahun 2023 silam. “Setelah berkas dinyatakan lengkap oleh Kejaksaan, kami melayangkan surat penggilan kepada yang bersangkutan namun tidak dihadiri,” sebut Kasat Reskrim Polres Luwu, AKP Jody Dharma, pada media ini, Senin (21/7/2025). Setelah panggilan pertama tidak dihadiri, lanjut Jody pihaknya kembali melayangkan surat pemanggilan untuk menjalani pemeriksaan tahap dua kepada tersangka Etik. “Namun panggilan kedua untuk pemeriksaan sebagai tersangka juga tidak diindahkan, sehingga kami memutuskan menjadikan yang bersangkutan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO),” ujar Kasat Reskrim Polres Luwu.<!--nextpage--> Demi kelancaran proses hukum kata AKP Jody Dharma, pihaknya mengimbau agar tersangka kooperatif dan sukarela untuk segera memenuhi panggilan penyidik. “Kami tidak segan-segan mengambil tindakan tegas sesuai prosedur jika yang bersangkutan terus mengindar. Kami juga meminta kepada masyarakat agar segera melaporkan kepada kami atau kantor polisi terdekat jika mengetahui keberadaan tersangka,” tegasnya. Rupanya manta Kades Ranteballa Nonaktif, Etik rupanya telah mengajukan gugatan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) IA Khusus, Makassar, Sulawesi Selatan. Sesuai informasi yang dihimpun media ini, tersangka Etik ditetapkan sebagai DPO oleh Polres Luwu akhir Juni 2025 lalu. Kemudian pihak pengacara tersangka disebut-sebut mengajukan atau melayangkan permohonan praperadilan pada 14 Juli 2025. Padahal tersangka kasus dugaan korupsi, sebelumnya telah berstatus Daftar Pencarian Orang (DPO).<!--nextpage--> Sumber resmi media ini menyampaikan bahwa, mestinya pada hari ini, 21 Juli 2025 dijadwalkan persidangan putusan permohonan praperadilannya, tapi ditunda sampai besok, Selasa 22 Juli 2025. Hal tersebut disikapi Aktivis Pembela Arus Bawah, Rahmat K Foxchy pada media ini bahwa, permohonan praperadilan tidak dapat dikabulkan, jika permohonannya adalah tersangka yang telah berstatus DPO. Hal ini disebabkan, tambah Focxhy panggilan akrabnya, karena statud DPO itu sangat jelas menunjukkan bahwa, tersangka Etik tidak kooperatif terhadap proses hukum. Namun justeru lebih memilih melarikan diri untuk menghindar dari proses hukum. " Jadi tersangka Etik sangat tidak dapat memenuhi syarat untuk mengajukan permohonan praperadilan. Karena persidangan sangat memerlukan kehadiran fisik tersangka, untuk memberikan keterangan di hadapan hakim praperadilan," terangnya.<!--nextpage--> Hal tersebut, lanjut Foxchy, sebagaimana telah diatur dalam Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 1 Tahun 2018, soal larangan pengajuan Praperadilan bagi tersangka yang melarikan diri atsu sedang dalam status DPO. Aktivis Pembela Arus Bawah Rahmat K Foxchy menjelaskan bahwa, jadi terdapat dua muatan pokok yang diatur SEMS No.1 Tahun 2018 tersebut, Pertama tersangka yang sedang melarikan diri atau dalam status daftar pencarian orang, maka tidak dapat diajukan praperadilan. " Kedua, jika praperadilan tetap diajukan oleh penasehat hukum maupun keluarganya, maka Hakim dapat menjatuhkan putusan tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijke Verklaard)," jelas Bang Foxchy mengutip aturan larangan pengajuan praperadilan bagi tersangka berstatus DPO sebagaimana yang tertuang dalam SEMA tersebut.<!--nextpage--> * Yustus