<strong>JENGGALA.ID</strong> - Pertamina melalui PT Kilang Pertamina Internasional (KPI), dengan tegas berkomitmen mendukung upaya pemerintah untuk mempercepat implementasi energi terbarukan (EBT) guna mencapai target campuran energi EBT sebesar 23% pada tahun 2025. Mereka juga berupaya untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui inisiatif Bahan Bakar Aviasi Berkelanjutan (SAF) yang dikembangkan di kilang Cilacap. Taufik Aditiyawarman, CEO KPI, telah menekankan kewajiban mereka untuk menghasilkan produk avtur berkualitas tinggi yang memenuhi standar internasional dan peraturan dalam negeri. Inovasi Bioavtur-SAF merupakan respons KPI terhadap tantangan dan permintaan pasar terkait bahan bakar aviasi terbarukan di industri penerbangan sipil. Salah satu faktor terpenting dalam mengurangi emisi CO2 di industri penerbangan sipil adalah bahan bakarnya, yaitu Bioavtur-SAF. KPI menjawab tantangan ini dengan melakukan investasi dalam pengembangan kemampuan, memperoleh pengetahuan, melakukan penelitian, dan uji produksi komersial di fasilitas produksi yang sudah ada.<!--nextpage--> Pada awal Oktober, Bioavtur-SAF berhasil melewati uji ground round dan uji penerbangan pada mesin jet CFM56-7B. Prestasi ini menandakan tekad KPI untuk menjadi pelopor dalam penyediaan Bioavtur-SAF di kawasan Asia Tenggara. KPI adalah yang pertama di kawasan tersebut yang melakukan produksi komersial Bioavtur dan uji terbang. Sebelumnya, Bioavtur J 2.4 diproduksi dan diuji di Kilang TDHT/Green Refinery RU IV pada tahun 2020-2021 untuk uji coba pesawat militer, termasuk CN 235. Uji coba ini sekarang diperluas ke tahun 2023, termasuk uji coba untuk pesawat komersial seperti Garuda. Taufik dengan tegas menyatakan komitmen KPI untuk menjadi pemimpin dan pelopor dalam pengembangan bahan bakar terbarukan yang bisa langsung digunakan, terutama Bioavtur-SAF. Bahan bakar inovatif ini menjadi solusi untuk mendekarbonisasi industri penerbangan sipil yang sulit diubah.<!--nextpage--> Meskipun Bioavtur-SAF memiliki harga yang relatif lebih tinggi daripada avtur fosil, keunggulannya adalah emisi Gas Rumah Kaca Lingkup 3 yang lebih rendah dibandingkan dengan bahan bakar fosil. Penggunaan Bioavtur-SAF oleh maskapai penerbangan komersial berpotensi mengurangi emisi karbon dalam industri penerbangan hingga 22.000 ton CO2e per tahun. Taufik menekankan bahwa diperlukan kebijakan pemerintah dan kolaborasi lintas sektor untuk mengkomersialisasikan produk ini. Fadjar Djoko Santoso, VP Corporate Communication Pertamina, menekankan keberhasilan Kilang Cilacap dalam memproduksi Bioavtur-SAF sebagai bagian dari program transisi energi Pertamina. Transformasi menuju bahan bakar hijau untuk aviasi adalah komitmen yang dibagikan oleh Pertamina dan semua anak perusahaannya. Kilang Cilacap, sebagai contoh, telah menjadi Green Refinery yang mampu memproduksi bahan bakar rendah emisi.<!--nextpage--> Produksi Bioavtur-SAF di kilang Pertamina mengikuti proses Co-Processing Ester dan Asam Lemak (HEFA), memenuhi standar internasional seperti Avtur ASTM D 1655, Defstan 91-91 yang terbaru, dan SK Dirjen Migas No. 59 K Tahun 2022. Selain itu, produksi Bioavtur-SAF di kilang Pertamina juga memenuhi berbagai kerangka kerja keberlanjutan global, termasuk CORSIA (Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation) oleh Organisasi Penerbangan Sipil Internasional, RefuelEU/Fit55 oleh Uni Eropa, EU/UK Emission Trading, dan Tax Credit IRA Amerika Serikat. Masing-masing kerangka kerja ini memberlakukan kriteria ketat terkait keberlanjutan bahan baku dan proses produksi, sehingga sangat penting melibatkan semua pemangku kepentingan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia dalam pengembangan Bioavtur-SAF di Indonesia.<!--nextpage-->