Belakangan ini, dunia dikejutkan oleh kabar tentang tiga wanita yang terinfeksi HIV setelah melakukan perawatan Platelet-Rich Plasma (PRP) vampire facial di sebuah klinik ilegal di Amerika Serikat. Insiden ini menimbulkan kekhawatiran masyarakat terhadap keamanan perawatan kecantikan, terutama yang melibatkan prosedur invasif seperti PRP, atau yang lebih dikenal dengan sebutan vampire facial.
Dalam beberapa tahun terakhir, perawatan PRP menjadi populer di kalangan wanita karena manfaatnya dalam memperbaiki dan mempercepat regenerasi tekstur kulit dari bekas jerawat, luka, hingga stretch mark. Berdasarkan ZAP Beauty Index 2024, kulit wajah yang mulus dan glowing menjadi standar kecantikan utama bagi sekitar 63,4% wanita Indonesia. Lalu, apa saja yang perlu diperhatikan dalam melakukan perawatan PRP agar dapat mencapai skin goal tanpa mengorbankan keamanan? Berikut penjelasan dari Vice President Medical ZAP, dr. Dara Ayuningtyas.
Perhatikan Prosedur untuk Menjamin Sterilitas
Standar keamanan dan kesehatan dalam melakukan prosedur invasif adalah hal yang tidak bisa dikompromikan demi mencegah penularan penyakit, termasuk HIV. Tahap konsultasi adalah awal di mana dokter akan menjelaskan syarat tindakan, termasuk kontraindikasi yang membuat pelanggan tidak diperbolehkan menjalani treatment, seperti kehamilan, HIV/AIDS, riwayat hepatitis B atau C, kanker, hingga gangguan trombosit.