<strong>JENGGALA.ID</strong> - Gabungan Koperasi Produsen Tempe Tahu Indonesia (Gakoptindo) mendesak Menteri Pertanian Amran Sulaiman untuk menyelesaikan masalah kedelai. Ketua Umum Gakoptindo, Aip Syarifuddin, heran mengapa Kementan tampaknya menghambat petani lokal untuk menanam kedelai yang telah dimodifikasi secara genetik (GMO). Ia berpendapat bahwa petani hanya diizinkan menanam kedelai non-GMO yang menghasilkan produksi yang lebih sedikit. Aip Syarifuddin mengutip pernyataan Presiden Jokowi yang mengizinkan tanaman kedelai GMO, tetapi implementasinya tidak berjalan sesuai arahan tersebut. Ia mengungkapkan kebutuhan kedelai sebanyak 3 juta ton setiap tahun, hampir 90% diimpor dari negara lain. Aip menyoroti impor kedelai sebanyak 2,7 juta ton setiap tahun yang membanjiri Indonesia.<!--nextpage--> Menurutnya, produksi kedelai lokal rendah karena petani enggan menanam jenis non-GMO. Aip membandingkan bahwa kedelai GMO dapat menghasilkan hingga 4 juta ton dari satu hektar lahan, sementara non-GMO hanya menghasilkan 1 juta ton hingga 1,5 juta ton. Dia juga mencatat bahwa kedelai GMO yang diimpor telah digunakan dalam makanan seperti tempe dan tahu selama hampir 30 tahun tanpa efek negatif yang signifikan. Aip Syarifuddin berpendapat bahwa izin untuk menanam kedelai GMO akan meningkatkan pendapatan petani. Dengan harga pembelian sekitar Rp10 ribu per kilogram, petani bisa mendapatkan sekitar Rp40 juta dari hasil panen kedelai GMO per hektar. Aip juga mengkritik fokus Menteri Pertanian Amran yang lebih memprioritaskan produksi beras dan jagung di tengah ancaman El Nino. Dia menekankan bahwa masalah kedelai juga harus segera diatasi, terutama mengingat pentingnya kedelai bagi masyarakat kecil.<!--nextpage--> Aip Syarifuddin menyoroti harga kedelai saat ini yang sudah melebihi harga acuan yang ditetapkan Badan Pangan Nasional (Bapanas), dengan mencapai sekitar Rp13 ribu hingga Rp13.500 per kilogram. Dia mendesak pemerintah untuk menangani lonjakan harga kedelai, terutama dalam situasi pelemahan nilai tukar rupiah yang mendekati Rp16 ribu per dolar AS. Salah satu permintaannya adalah bantuan cadangan pangan pemerintah (CPP) untuk menjaga stabilitas harga. Para perajin tempe dan tahu juga mengalami kesulitan karena harga kedelai yang naik. Mereka meminta Menteri Perdagangan untuk memahami bahwa kenaikan harga ini terpaksa. Mereka berharap ada bantuan seperti subsidi, bantuan transportasi, dan lainnya, seperti yang telah diberikan untuk sektor-sektor lain seperti gula, beras, dan minyak. Aip menutup dengan pertanyaan mengapa tukang tempe dan tahu tidak mendapatkan bantuan yang sama.<!--nextpage-->