Menurutnya, produksi kedelai lokal rendah karena petani enggan menanam jenis non-GMO. Aip membandingkan bahwa kedelai GMO dapat menghasilkan hingga 4 juta ton dari satu hektar lahan, sementara non-GMO hanya menghasilkan 1 juta ton hingga 1,5 juta ton. Dia juga mencatat bahwa kedelai GMO yang diimpor telah digunakan dalam makanan seperti tempe dan tahu selama hampir 30 tahun tanpa efek negatif yang signifikan.
Aip Syarifuddin berpendapat bahwa izin untuk menanam kedelai GMO akan meningkatkan pendapatan petani. Dengan harga pembelian sekitar Rp10 ribu per kilogram, petani bisa mendapatkan sekitar Rp40 juta dari hasil panen kedelai GMO per hektar.
Aip juga mengkritik fokus Menteri Pertanian Amran yang lebih memprioritaskan produksi beras dan jagung di tengah ancaman El Nino. Dia menekankan bahwa masalah kedelai juga harus segera diatasi, terutama mengingat pentingnya kedelai bagi masyarakat kecil.