Gejala awal difteri, kata dia, seperti batuk dan pilek biasa, yang diikuti dengan demam. Adapun pada tahap selanjutnya, diikuti dengan sakit saat menelan dan nyeri tenggorokan.
“Kalau sudah stadium parah, maka terdapat pembesaran kelenjar getah bening dan leher menyerupai leher banteng. Kalau sudah begitu, toksin sudah banyak, sehingga jalan napas tertutup dan meninggal,” ujarnya.
Dalam penanganan difteri, kata Ngabila, tidak dapat dilakukan hanya dengan inkubasi atau isolasi secara mandiri seperti penyakit lainnya, karena selaput putih yang menutupi saluran pernapasan tersebut mudah berdarah. Sehingga penanganan dengan “melubangi” leher perlu dilakukan oleh dokter yang ahli di bidangnya untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Oleh sebab itu, sambungnya, tata laksana penanganan difteri berbeda dengan penyakit menular lainnya, di mana suspek difteri secara langsung tergolong sebagai pasien difteri, agar penanganan terhadap penyakitnya tidak terlambat.