Ini bukanlah restrukturisasi pertama yang dilakukan oleh Rolls-Royce. Sebelumnya, perusahaan ini merencanakan pemangkasan setidaknya 9.000 tenaga kerja selama pandemi Covid-19, ketika permintaan untuk perjalanan udara merosot. Sebelumnya, pada tahun 2018, mereka juga merencanakan pemotongan 4.600 tenaga kerja untuk menghemat biaya.
Tufan Erginbilgic, yang menjadi CEO pada Januari setelah lebih dari 20 tahun bekerja di perusahaan minyak raksasa BP, telah secara jujur mengakui kinerja buruk perusahaan di sektor kedirgantaraan dan pertahanan. Dalam pidatonya kepada para staf Rolls-Royce, ia menggambarkan bisnis ini sebagai “platform yang terbakar” yang tertinggal dari para pesaing utama dan merugikan para pemegang saham.
Dalam pidatonya pada rapat pemegang saham perusahaan pada Mei lalu, Erginbilgic menyebutkan masalah-masalah seperti pendapatan kas yang tidak memuaskan dan utang yang masih terlalu tinggi. Terlalu banyak laba kotor digunakan untuk menutupi biaya overhead dan pembayaran bunga.