Setelah itu, pada tahun 1935, wanita ini menjadi pemimpin redaksi di sebuah majalah bernama Raya.
Majalah tersebut dikenal radikal dan menjadi tonggak perlawanan di Sumatra Barat.
Sebelumnya pada tahun 1930, Ia sempat mendirikan Persatuan Muslimin Indonesia (PERMI) di bukit tinggi.
Karena gerakannya yang masif, Polisi Rahasia Belanda mempersempit ruang gerak Rasuna dan kawan-kawannya.
Disisi lain, tokoh-tokoh PERMI yang diharapkan berdiri melawan tindakan kolonial tidak bisa berbuat apapun.
Sejak saat itu, Ia kecewa dan memutuskan untuk pindah ke Medan, Sumatra Utara.
Disana Ia mendirikan perguruan putri, kemudian membuat majalah mingguan bernama Menara Poeteri untuk menyebarluaskan gagasannya.
Setelah Kemerdekaan
Rasuna mulai aktif di Badan Penerangan Pemuda Indonesia dan Komite Nasional Indonesia.