<strong>SULSEL, JENGGALA.ID</strong> - Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI) Cabang Makassar Sanctus Albertus Magnus menolak langkah pemerintah yang memberikan izin tambang kepada ormas keagamaan usai dikeluarkannya PP Nomor 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara. Hal tersebut diungkapkan Ketua Presidium Cabang Makassar, Dawita Rama mengatakan bahwa kami PMKRI selyruh Indonesia menolak Peraturan pemerintah No 25 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara," sebut Dawita panggilan akrab Ketua PMKRI Cabang Makassar pada media ini, Jumat 15 Juni 2024. Dawita Rama beralasan bahwa, ormas keagamaan tidak memiliki keahlian di bidang pengelolaan tambang. Sehingga, ia meyakini pengelolaan tambang tetap dilakukan oleh pebisnis tambang profesional.<!--nextpage--> Ia juga khawatir terjadi potensi konflik horizontal sesama ormas keagamaan hingga ormas non agama lantaran merasa iri atas perlakuan negara yang tidak adil tersebut. "Potensi munculnya konflik antar masyarakat yang terdampak lingkungan pertambangan dengan ormas keagamaan juga akan muncul," ucap dia. Dawita lantas mengecam pemerintahan Jokowi karena berupaya menyuap ormas keagamaan dengan memberikan izin pertambangan. Ia lantas meminta ormas-ormas agama yang belum mengapresiasi pemerintah atas kebijakan tersebut untuk mengeluarkan pernyataan sikap menolak. "Dibagikannya izin pengelolaan tambang adalah cara untuk meredam kekritisan ormas terhadap pemerintah, agar mereka sibuk mengurus tambang dan menelantarkan nilai-nilai perjuangan kemasyarakatan," ujarnya.<!--nextpage--> Sebelumnya Jokowi mengeluarkan aturan ormas keagamaan dapat diberikan izin tambang dalam PP Nomor 25 Tahun 2024. Aturan baru ini menyertakan pasal 83A yang memberikan kesempatan organisasi keagamaan untuk memiliki Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK). Sesuai Pasal 83A (2) PP 25/2024, WIUPK merupakan wilayah bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batubara (PKP2B). Kendati demikian, Pasal 83 (3) beleid yang sama mengatur IUPK dan/atau kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan pada Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat dipindahtangankan dan/atau dialihkan tanpa persetujuan menteri. "Kepemilikan saham organisasi kemasyarakatan keagamaan dalam Badan Usaha harus mayoritas dan menjadi pengendali," sambung Pasal 83 (4) PP 25/2024," jelasnya.<!--nextpage--> Pewarta: Yustus