<strong>JENGGALA.ID</strong> - Partai Ummat telah mengajukan permohonan uji materiil terkait Pasal 414 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang berkaitan dengan aturan ambang batas parlemen ke Mahkamah Konstitusi (MK). MK akan memulai sidang perdana dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan di Ruang Sidang MKRI, Jakarta, pada hari Selasa, 10 Oktober 2023, pukul 14:00 WIB. Ketua Umum Partai Ummat, Ridho Rahmadi, dan Sekretaris Jenderal Partai Ummat, A. Muhajir, yang merupakan pemohon, telah memberikan kuasa kepada Tim Advokasi Partai Ummat, yang terdiri dari Advokat dan Konsultan Hukum. Permohonan ini diajukan ke MK pada tanggal 4 September dan terdaftar dengan Nomor Perkara 124/PUU-XXI/2023. Dalam berkas permohonannya, pemohon mencatat bahwa sebelumnya sudah ada beberapa putusan MK terkait ambang batas parlemen, mulai dari tahun 2009 hingga 2020. Pemohon menjelaskan bahwa mereka tidak ingin mempertanyakan eksistensi ambang batas parlemen dalam permohonan ini.<!--nextpage--> Titik berat permohonan ini adalah mengenai standar acuan atau tolak ukur penggunaan ambang batas sebesar 4 persen. Selama ini, mulai dari Pemilu 2009 hingga 2019, dan akan diterapkan juga pada Pemilu 2024 mendatang, tolok ukur penggunaan 4 persen hanya didasarkan pada perolehan suara sah nasional. Pemohon berpendapat bahwa hal ini bisa merugikan hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024, terutama Partai Ummat, dalam kontestasi pemilu jika tidak ada pemaknaan tambahan terkait penggunaan tolok ukur lain. Pemohon menilai Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu memiliki ketidakpastian hukum, potensi diskriminasi, menghasilkan sistem pemilu yang tidak proporsional, dan berpotensi menyebabkan ketidakadilan. Oleh karena itu, mereka mengajukan petitum yang menyatakan bahwa Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama tidak diinterpretasikan sebagai berikut: "Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional atau memperoleh 4 persen dari jumlah kursi DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR."<!--nextpage-->