Titik berat permohonan ini adalah mengenai standar acuan atau tolak ukur penggunaan ambang batas sebesar 4 persen. Selama ini, mulai dari Pemilu 2009 hingga 2019, dan akan diterapkan juga pada Pemilu 2024 mendatang, tolok ukur penggunaan 4 persen hanya didasarkan pada perolehan suara sah nasional. Pemohon berpendapat bahwa hal ini bisa merugikan hak konstitusional partai politik peserta Pemilu 2024, terutama Partai Ummat, dalam kontestasi pemilu jika tidak ada pemaknaan tambahan terkait penggunaan tolok ukur lain.
Pemohon menilai Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu memiliki ketidakpastian hukum, potensi diskriminasi, menghasilkan sistem pemilu yang tidak proporsional, dan berpotensi menyebabkan ketidakadilan. Oleh karena itu, mereka mengajukan petitum yang menyatakan bahwa Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat selama tidak diinterpretasikan sebagai berikut: “Partai Politik Peserta Pemilu harus memenuhi ambang batas perolehan suara paling sedikit 4 persen dari jumlah suara sah secara nasional atau memperoleh 4 persen dari jumlah kursi DPR untuk diikutkan dalam penentuan perolehan kursi anggota DPR.”