“Dulu, gajah dianggap hama karena merusak kebun. Sekarang kami belajar bahwa gajah adalah tetangga. Dengan wisata desa dan konservasi, kami bisa hidup berdampingan,” kata Suhadak, anggota kelompok tani hutan di sekitar TNWK.
Selain menekan konflik, pendekatan ini memperkuat ekonomi lokal. Warga memproduksi souvenir ramah lingkungan dan madu hutan, yang diminati wisatawan. Hasil penjualan membantu pendanaan patroli masyarakat untuk mencegah perburuan liar dan menjaga wilayah konservasi.
Way Kambas sendiri mencakup lebih dari 125.000 hektare hutan dataran rendah dan lahan gambut, yang berfungsi sebagai penyerap karbon alami serta habitat bagi spesies langka lainnya seperti harimau Sumatra (Panthera tigris sumatrae) dan rusa sambar (Rusa unicolor). Namun, tanpa rehabilitasi yang berkelanjutan, ancaman kehilangan habitat akan terus meningkat.












