<strong>JENGGALA.ID</strong> - Setidaknya 200 warga dari berbagai latar belakang mengeluarkan maklumat keprihatinan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan terkait syarat calon presiden dan wakil presiden yang harus memiliki pengalaman sebagai kepala daerah. Maklumat ini, yang disebut juga sebagai Maklumat Juanda, dibacakan di Jalan Juanda, Jakarta Pusat. Dalam pernyataannya, Juru Bicara Maklumat dan Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menekankan pentingnya pembentukan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) untuk mengadili etik Ketua MK Anwar Usman. Mereka ingin anggota MKMK terdiri dari hakim konstitusi, mantan hakim agung, praktisi hukum senior, dan guru besar ilmu hukum yang memiliki integritas. Upaya juga sedang dilakukan untuk menyebarkan isi maklumat ini secara luas kepada masyarakat, termasuk mahasiswa, pelajar, dan tokoh masyarakat di tingkat akar rumput. Maklumat ini mengkritik reformasi Indonesia yang dianggap telah kembali ke titik nol setelah keputusan MK. Mereka juga mencermati bagaimana pemerintah menggunakan demokrasi dengan peraturan perundang-undangan, termasuk revisi UU KPK, KUHP, dan UU Cipta Kerja.<!--nextpage--> Mereka menggambarkan konflik kepentingan dalam kabinet yang kuat, yang mengarah pada penyalahgunaan prosedur demokrasi untuk mendukung oligarki yang sudah ada sejak era Presiden Soeharto. Maklumat ini juga mengaitkan keputusan MK dengan politik dinasti. Selain itu, mereka merasa bahwa presiden sedang memanuver dalam proses Pemilu 2024. Oleh karena itu, mereka mendesak para pemimpin, terutama Presiden Jokowi, untuk memberi contoh yang baik dan tidak melanjutkan kebiasaan memperkuat kekuasaan bagi keluarga. Putusan MK sebelumnya mengenai syarat calon presiden dan wakil presiden adalah sebagai tanggapan terhadap permohonan uji materi Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu, yang mengatur batas usia minimal calon presiden dan wakil presiden.<!--nextpage-->