Masalahnya, kenaikan pengeluaran ini sering kali tidak diiringi peningkatan tabungan atau investasi. Akibatnya, ketika penghasilan meningkat, kemampuan finansial jangka panjang tetap stagnan.
Menurut survei dari Bankrate di Amerika Serikat, lebih dari 40% orang dengan gaji di atas rata-rata tetap merasa hidup dari gaji ke gaji (living paycheck to paycheck). Fenomena serupa juga terjadi di Indonesia, bukan karena penghasilannya kecil, tapi karena gaya hidup membesar seiring naiknya pendapatan.
Kenapa Inflasi Gaya Hidup Bisa Berbahaya
Kenaikan gaya hidup sering terasa wajar karena kita merasa “pantas menikmati hasil kerja keras”. Padahal, tanpa disadari, ini bisa menggerogoti stabilitas finansial dalam jangka panjang. Berikut beberapa dampak nyatanya:
- Kesulitan menabung dan berinvestasi
Ketika pengeluaran naik tanpa perencanaan, ruang untuk menabung atau berinvestasi makin sempit. Akibatnya, kamu jadi sulit punya dana darurat, apalagi aset yang bisa berkembang.
- Rentan saat krisis
Kalau pengeluaran naik tapi tabungan minim, kamu bisa kewalahan saat penghasilan turun, misalnya karena PHK atau resesi ekonomi.
- Sulit capai tujuan finansial
Mau punya rumah, dana pensiun, atau modal usaha? Semua jadi lebih lama tercapai kalau gaya hidupmu terus naik tanpa kendali.
- Mental selalu kurang
Inflasi gaya hidup membuat kamu sulit merasa cukup. Setiap naik level, muncul lagi kebutuhan baru yang bikin pengeluaran terus meningkat tanpa ujung.













