Jakarta – Seni dan budaya telah lama menjadi bagian integral dalam membentuk karakter masyarakat Indonesia. Selain berfungsi sebagai medium penggalangan dana dan ruang perjumpaan budaya, kesenian kerap menjadi alat terapi pascatrauma bagi masyarakat yang mengalami konflik, serta mendorong transkulturalisme melalui kolaborasi lintas budaya. Sayangnya, dukungan terhadap kesenian di Indonesia masih jauh dari kata memadai.
Menurut Direktur Eksekutif Filantropi Indonesia, Hamid Abidin, dalam diskusi buku Filantropi di Indonesia; Mengapa Tidak untuk Kesenian? yang digelar Koalisi Seni Indonesia di Makassar, sektor seni dan budaya berada di peringkat tiga terbawah dalam daftar prioritas sumbangan perusahaan. Sebagian besar perusahaan lebih memilih mendanai sektor keagamaan, pendidikan, lingkungan, dan kesehatan. Hal ini juga tercermin dalam survei yang dilakukan Public Interest Research and Advocacy Center (PIRAC), yang menunjukkan bahwa masyarakat cenderung memprioritaskan sumbangan untuk lingkungan, pelayanan sosial, pendidikan, dan olahraga, dengan seni berada di peringkat bawah.