“Kita bisa melihat contohnya dari negara-negara di Asia Tenggara, seperti Singapura, yang memperkenalkan pajak karbon pada tahun 2019 dan memiliki berbagai kebijakan serta insentif terkait Green Investment. Mereka telah menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik, dengan memiliki porsi investasi hijau yang relatif besar di Asia Tenggara atau lebih dari 20% total investasi hijau di antara tahun 2020 sampai dengan 2023. Di Indonesia, saya sangat optimistis dan perkembangannya juga baik. Meskipun kebijakan pajak karbon masih dalam tahap pengembangan, regulator telah melakukan uji coba Sistem Perdagangan Emisi (ETS) di Sektor Energi dan memulai perdagangan karbon di bursa karbon pada tahun 2023. Sekali lagi, menyeimbangkan antara peluang dan kepatuhan regulasi adalah hal yang krusial. Kami percaya bahwa beralih dari partisipasi voluntary menjadi mandatory dapat meningkatkan dampak kolektif kami dan memperkuat upaya keberlanjutan kami.” pungkas Alexandra.