<strong>JENGGALA.ID</strong> - Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Agus Pramusinto mengungkapkan bahwa ASN rentan terlibat dalam praktik korupsi menjelang tahun politik. Agus menyebut bahwa berdasarkan catatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada beberapa area di dalam birokrasi yang memiliki potensi untuk menjadi sasaran korupsi. Menurut Agus, ada empat area yang rentan terhadap korupsi: 1. Pengisian Jabatan ASN: Terjadi praktik suap dalam pengisian jabatan ASN, termasuk jabatan pimpinan tinggi, administrator, dan pengawas. 2. Pengadaan Barang dan Jasa: Korupsi dapat terjadi dalam proses pengadaan barang dan jasa. 3. Kebijakan Anggaran: Praktik korupsi juga mengintai dalam tahapan perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan anggaran. 4. Penerbitan Perizinan: Korupsi bisa terjadi dalam penerbitan perizinan.<!--nextpage--> Agus mencatat bahwa para kontestan politik tidak selalu dapat melaksanakan tindakan korupsi ini sendiri. Mereka mungkin berkolusi dengan oknum ASN yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan sumber daya anggaran, sumber daya manusia, dan aset, yang bersedia melemparkan integritas mereka. Hingga saat ini, Agus menegaskan bahwa banyak ASN telah terlibat dalam peran utama atau sebagai perantara dalam kasus korupsi. Berdasarkan data Indonesia Corruption Watch (ICW) tahun 2022, sebanyak 36% dari 1.396 tersangka korupsi adalah ASN, terutama di pemerintah daerah. Agus menegaskan bahwa politisasi ASN hanya akan menghasilkan pegawai negeri sipil yang tidak etis dan siap mengorbankan kepentingan publik demi memenuhi keinginan majikan politik mereka. Agus mengimbau kepada para ASN untuk tidak terliba dalam korupsi dan menegaskan bahwa pelayanan publik harus tetap efektif dan berjalan dengan baik, dengan ASN harus berpegang pada peraturan dan undang-undang, serta menempatkan loyalitas kepada bangsa dan negara di atas kepentingan atasan atau kepentingan politik elektoral.<!--nextpage--> Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron, juga menyoroti masalah pungutan liar dalam sistem kepegawaian di Indonesia, terutama dalam mutasi dan kenaikan pangkat. Ghufron menyebut bahwa fenomena ini berakar dari pemilu yang tidak berintegritas. Selain itu, Ghufron menunjukkan bahwa bantuan sosial (bansos) juga sangat rentan terhadap tindakan korupsi oleh ASN, terutama melalui penyalahgunaan label foto, jargon, dan simbol kampanye kontestan politik, serta manipulasi data penerima agar menguntungkan pendukung dan simpatisan tertentu. Auditor Utama BPK, Ahmad Adib Susilo, menyoroti kenaikan anggaran perlindungan sosial pada tahun 2024, yang mencapai hampir Rp500 triliun, dan potensi penyalahgunaan bantuan sosial menjelang tahun politik 2024. Saat ini, perlu waspada terhadap risiko penyalahgunaan bantuan sosial yang bisa berdampak negatif, terutama menjelang pemilu.<!--nextpage-->