Kehadiran Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja justru mendegradasi hak dan kepentingan pekerja sebagaimana diatur dalam peraturan perundangan-undangan ketenagakerjaan sebelumnya dan terindikasi melanggar hak konstitusional tersebut serta telah mengabaikan nilai dasar asas pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, melanggar tata cara format penulisan, dan terlalu banyak perubahan-perubahan setelah disahkan.
Adanya pelanggaran tersebut sebagaimana telah diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi No. 91/PUU/XV111/2020 dan dinyatakan inskontitusional bersyarat, antara lain:
- metode omnibus law dalam pembentukan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 Tentang Cipta Kerja bukan metode pasti, baku, dan standar, sehingga Undang- undang tersebut tidak jelas apakah Undang-undang yang baru atau perubahan;
- tentang legislasi (adanya regulasi yang tumpang tindih, disharmoni regulasi, dan lamanya proses pembahasan Undang-undang) tidak bisa menjadi alasan pembenaran digunakannya metode omnibus law sebagai jalan pintas dalam pembuatan Undang- undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja;
- Mahkamah Konstitusi menemukan fakta, bahwa ada sekitar 8 (delapan) perubahan substansi (baik dalam bentuk penghilangan, perubahan, maupun penambahan pasal, ayat, dan angka) dari perbandingan Undang-undang tersebut hasil persetujuan bersama di DPR RI dengan Undang-undang tersebut yang diundangkan dan 2 (dua) pasal salah rujukan dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja yang diundangkan tersebut; dan
- pembuatan Undang-undang No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja melanggar asas keterbukaan dan partisipasi publik yang harus jadi pertimbangan dan mendapatkan penjelasan bagi kelompok yang terdampak langsung, dalam hal ini partisipasi Serikat Pekerja/ Serikat Buruh.
Oleh karena itu, waktu 2 (dua) tahun yang diputuskan seharusnya digunakan untuk menjalani proses pembuatan Undang-undang sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tersebut, sekaligus memperbaiki substansinya sesuai dengan masukan dari semua pihak terkait, bukan dengan melakukan revisi terhadap Undang-undang No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.